Aduh MALUnya
Setelah menerima ‘acceptance-latter’ dari UGM pada tanggal 30 Juli 1995, saya langsung menghitung banyak hal berkaitan dengan kuliah. Tentang besar bulanan, kost yang cocok buat saya, peralatan kuliah maupun peralatan sehari-hari. Sungguh sibuk saat itu!
Sesampainya di Jogjakarta, hal yang kedua dilakukan adalah menjadi kost [yang pertama ya registrasi!]. akhirnya saya mendaftar ,menjadi penghuni ‘Pondokan Andinda’ yang beralamat di Pogung Dalangan, SIA XXX/XXX/XXXX[rahasia!]
Pondokan itu berlantai 3 [kamarku di lantai 3 pojok], pekarangan luas, ada lapangan basket dan –yang penting- ada telponnya.
Hari-hari sangat menyenangkan di kost-kostan itu, banyak teman se-angkatan dari berbagai jurusan dan daerah. Nieng, Ade dari Jakarta di MIPA, ada Ade ndut dari Jakarta di Teknik Geologi, ada Dini dari Padang di Geodesi, ada Debby dari Kupang di Farmasi, dan beberapa orang yang lain [lupa!].
Diantara hari yang menyenangkan itu, ada satu sosok yang membuat kami SEBEL, adalah mas A--ng, sang bapak kost eh lebih tepatnya mas kost. Orangnya sangat perapi, sehingga kami yang badung sering kena tegur karena ndak rapi. Kami selalu terkunci, karna pulang tidak tertib. Lupa mematikan air, hingga banjir! Selasar tidak pernah dipel kering sehabis hujan. Wowww…jangan tanya betapa seringnya mas A--ng marah pada kami.
Karna kami selalu mbalelo, mas A—ng tidak pernah menyampaikan panggilan telpon, baik dari pacar, teman bahkan daro orang tua [jaman itu telpon kost masih di dalam rumah ibu kost!] Selalu ada alasannya, yang kami dah tidur, kami belum pulang ato tidak merespon sama sekali.
<>Setelah 9 tahun berlalu, saya tidak begitu mau tau apa yang terjadi pada kost-kostan pertama saya itu. Walaupun setiap hari saya lewat, berangkat dan pulang kuliah hingga berangkat dan pulang kantor. Hampir 9 tahun yang lalu, saya meninggalkan pondokan itu, dengan wajah yang puas. Melepaskan diri dari BOS kost yang menjengkelkan!>
Setelah hampir 9 tahun, suamiku bertemu dengan DIA, mas A—ng! mereka bertemu pada saat walk interview Bank Danamon. Mereka senasib, dari awal hingga lolos babak ini. Karna itulah mereka saling cerita mengenai ‘diri’ masing-masing.
WAAAAKKKK…ternyata lelaki ini suaminya imel! Itu pikiranku tentang ‘pikiran mas A—ng’
Ooo…..imeng pernah ngekost di tempatnya! Itu pikiranku tentang ‘pikiran suamiku’
Saya malu mengingat kebadungan di masa itu. [Waduh… mana dia menawari suamiku untuk pulang bareng dari
Dunia sangat sempit, hanya dalam waktu 9 thn ‘AKU’ bisa ter-connect lagi ke mas A—ng yang RAPI! Yang –dulu- menjengkelkan! Ribet, jelek, kurus, dsb…...
Dengan sempitnya dunia ini, saya dapat ‘belajar’ dari kesalahan-kesalahan masa lalu dan memperbaikinya dimasa sekarang! *menghibur diri*
No comments:
Post a Comment