Friday, September 27, 2013

perkenalkan: GOTOSOVIE






lengkapnya silahkan singgah ke SINI


Kenalkan, namaku SOVIE



“Hallo, namaku Sovia, boleh dipanggil Sovie…,’ begitulah sahabatku memperkenalkan bayinya yang masih merah. Bayi itu begitu mungil, tangannya masih dibungkus agar tetap hangat, matanya belum terbuka penuh dan kulitnya pun masih terlihat merah. Waktu itu Sovie masih berumur 2 minggu ketika saya mengunjunginya.


“Hallo adik Sovie… Ini Tante Imeng, teman ibu kamu… yang nemenin kamu juga pas lagi di perut ibu. Hehee…nonton film…beli lotek…” kata saya sambil tertawa kecil mengingat kebingungan saya akan begitu mudahnya perubahan emosi sahabat saya selama hamil.

Ya… betapa bingungnya saya ketika saya komentar kalau baju warna coklat yang dia kenakan seperti warna baju pramuka dan reaksinya adalah menangis. Aduh-aduh, bagaimana ini, saya panic bertanya pada diri sendiri dan tidak menemukan jawaban apapun karena tidak punya pengalaman berteman dengan perempuan yang sedang hamil. Baru dengan sahabat saya ini, dan saya tidak meng-up-date informasi tentang mood seorang ibu yang sedang mengandung.

Mungkin bagi sahabatku, pertemuan adik Sovie denganku hanya sebuah pertemuan biasa, antara teman ibunya dengan anak bayi yang baru lahir. Tetapi bagi saya, ini merupakan sebuah jendela informasi baru kehidupan seorang perempuan setelah menikah dan menjadi ibu. Saya melihat perubahan sahabatnya, betapa lembut tatapannya terhadap Sovie, betapa halus gerak tangan dan tubuhnya ketika memegang dan menggendong Sofi…. Oh, beginikah rasanya menjadi ibu?

“Eh, kenapa pilih nama Sovia?” tanyaku.

“Sofia menurut Islam artinya menawan, indah dan cantik. Aku berdoa lewat nama anakku semoga kelak menjadi perempuan yang menawan, indah dan cantik lahir dan bathinnya, tapi ‘F’-nya saya ganti ‘V’, dari namanya saya Viona..”

Aku tertegun. Oh… ternyata sebegitu dalam makna nama seorang anak. Ada doa orang tua dihantarkan di dalamnya.

“Supaya singkat dan lebih manis, aku memanggilnya Sovie…. Coba dengar, ‘Sovie…mau minum, nak?’ tuh…lebih manis kan….” sambungnya.

Saya mengangguk dan tersenyum melihat reaksi adik Sovie yang mencoba memasukkan tanyannya yang terbungkus kain itu ke dalam mulutnya.

****

Saya pulang, lebih tepat dengan ‘kami’ pulang. Benar, lama sekali rasanya meninggalkan kota ini. Wow..almost 7 years. Awalnya, setelah menikah, saya mendampingi suami yang mendapatkan beasiswa studi lanjut di luar negeri. Tuhan memberikan rejeki yang tidak putus, setelah S2, suami pun mendapatkan kesempatan studi S3. Lalu saya pun diberi peluang untuk studi S2. Dalam proses studi ini pun kami dikaruniai serorang anak perempuan. Kami panggil Puan, sekarang berumur 1 tahun.

Setelah mengurus administrasi ini dan itu, kami pun keluar menyongsong hari-hari baru kami di kota ini. Saya layangkan pandangan ke sekeliling. Mencari sosok yang saya ingat jelas, seorang sahabat yang berjanji menjemput kami, Viona. Pandanganku terhenti pada lambaian sepasang tangan mungil, dibelakangnya berdiri sahabatku dengan suaminya. Mereka semua tersenyum, saya dan suami pun tersenyum. Sungguh, hari pertama yang sangat menyenangkan.

Kami dorong trolley kea rah mereka.

“HI…. Bagaimana perjalanan? Wah… adik Puan tidak rewel kan?”

Kami pun berpelukan.

“Hallo, Tante… kenalkan, saya Sovie…”

Ada tangan mungil yang menyambut tanganku dengan genggaman hangat, ada senyum ramah mengembang di bibirnya, ada mata jenaka yang berbinar menatap ke arahku.

“Sovie… waahh… kamu sudah besar ya…cantik lagi. Sudah kelas berapa, nak?”

“Hehe…kelas 2 , Tante. Mhmm, nama adik kecil siapa?” matanya memandang anakku, Puan, yang sedang kugendong.

“Namanya Puan. Puankinanti karna dia anak perempuan yang Tante dan Om nantikan,” kujelaskan sambil mendekatkan Puan kea rah Sofi.

Ya, ini Sovia, dipanggil Sovie….yang dulu, 7 tahun yang lalu masih bayi merah, rajin menyusu kepada ibunya. Kulihat dia sekarang, tidak hanya cantik, tetapi tumbuh menjadi gadis kecil berbudi pekerti. Seperti doa kedua orangtuanya yang diceritakan ibunya kepadaku.

Anak yang mengajariku bagaimana berinteraksi dengan bayi, mengajariku mengenal naluri ‘ibu’ yang kini kusalurkan dengan Puan, anakku.

Benarlah, dia…SOVIA, panggil saja SOVIE:
Anak perempuan yang menawan senyumnya, indah rambutnya dan cantik budi pekertinya. 

sebuah tulisan untuk GTS

Tuesday, July 28, 2009

anak mama & anak papa

terinspirasi dari tulisan ini, membuat saya rindu anak di pagi menjelnag siang ini.

kalau tulisan itu menjelaskan anak yang wangi anak papa, dan sebelum 'jadi' wangi adalah anak mama, maka dalam kehidupan kami, anak-lah yang menentukan anak siapa dia.

kasus 1.
sabtu pagi, suami punya kebiasaan sepedaan ato sepeda motoran, cari koran dan sarapan ala kampung.
m.ak.a
anak saya akan menjadi anak papa supaya diajak muter2 kampung..

kasus 2.
sekolahnya libur, sedangkan mama-papa kudu ke kantor.
m.a.k.a.
dia akan segera berubah menjadi anak mama, dengan harapan diajak ke kantor mama, yang ada selalu ada stok es krim di kulkasnya.

kasus 3
week-end pada umumnya, anak saya akan menjadi anak papa-mama, karena papa yang punya kuasa untuk menganterin jalan2 dan mama yang punya kuasa mbayarin ini-itu selama jalan-jalan.

begitulah....
dia yang mutuskan, sedangkan saya dan suami hanya menumpang tertawa terbahak2 melihat caranya berkelit dan berpolitik untuk kepentingannya.
polos, jujur khas anak2.

ada cerita, hari minggu yang lalu
pagi itu kami hendak ke gereja, ketika melewati jembatan gondolayu, dia bertanya,
'ma..bian sudah jadi anak baik...?'

'kadang baik, kadang nakal juga..., emangnya kenapa?'

'jadi belum baik ya ma...'

'mhm..emangnya kenapa...'

'itu loh ma...tempat makan2 yaa....', katanya sambil nunjuk McD.
'kalo jadi anak baik, diajak kesana kan ma...pa...'

LOL...

Tuesday, April 28, 2009

bo'ong di depan public

menu sarapan nikmat-lezat untuk ukran saya dan suami adalah soto pak dalbe, di depan lippo bank, jalan sudirman [monggo loh...enak tenan kok]

seringkali, saya kudu mengundur waktu perkuliahan atau membiarkan rekan team masuk kelas duluan dan saya nyusul alias terlambat, demi merasakan semangkok soto pak dalbe, 2 tusuk sate ayam or 2 buah sayap yang makyuss-e pol..

pilihan saya, untuk mengabarkan info mengundurkan waktu perkuliahan atau pun terlambat, adalah SMS.

type n send

beres!

paling teman or asisten or pengajaran membalas dengan singkat saja : OK!

makan soto pun dilanjutkan dengan nikmat!

ya..saya bo'ong!

yang tau-ya saya sama Tuhan-lah, plus suami juga kadang tau :D

lain dengan tadi pagi,
perempuan itu duduk di belakang kami, ber-2 dengan seorang lelaki. baru saja mereka meletakkan bokong di kursi, HP si perempuan berdering dengan level tinggi dan musik yang nyaring...

reflek saya kemali menoleh ke belakang, setelah baru-saja noleh ketika mereka baru masuk.

"ya-ya, bu...saya masih di sardjito ini...iya-ya..nanti saya hubungi.." begitu si perempuan menjawab panggilan.

saya melanjutkan makan.

10 menit berikutnya, hp-nya berdering lagi

"ya..gimana? la..aku isih nang sardjito...lah piye..., iya..segera-segera..."

mhmm...saya udah merasa kurang nyaman dengan volume suaranya

5 menit kemudian, lagi-lagi hp-nya mengumandangkan suara yang nyaring itu..

"YA..lah saya NGANTRI nih di sardjito, panjaaaang......nanti saya SAJA yang nelpon, YA!"

suami saya langsung komentar pelan di dekat telinga,
'sardjito ala pak dalbe....'

hehehe..mbak sardjito itu 2,5 km dr sini. dan emang ada antrian panjang di sini...ngantri makan soto, bukan ngantri ala di rumah sakit.

ya..tanpa sadar si mbak BOHONG di depan UMUM.

Friday, March 20, 2009

menetapkan prioritas


siang itu, sehabis mengajar, saya ke ruang administrasi pengajaran untuk mengantarkan presensi. sesampainya di sana, beberapa staf sedang menunggu di meja pelayanan biro sambil menonton TV.
sayapun menoleh, ingin tau apa yang sedang disiarkan sehingga menyedot seluruh perhatian mereka, sampai2 kehadiran saya pun hanya dilihat sekilas saja.

'serius amat ya pak...' ganggu saya..

'iya ni buk, soalnya syekh puji itu loh...sudah jadi tersangka, karna kasus nikah siri.' jawab salah satu dari bapak2 itu.

'o, udah jadi tersangka, ya..' sahut saya sekenanya, sambil ikut-ikutan menonton siaran tv.

kami pun serius mendengarkan ucapan maaf dari sang syekh, lalu berita dilanjutkan dengan ikut-terseretnya mertua syeh a.k.a bapak-e lutfiana ulfa.

'wah...makin panas ya, buk...'

saya cuman senyum aja..

'menurut ibu bagaimana?'

'la menurut bapak, piye?' saya balik bertanya

'ya ndak papa to...wong arep nolong wong liyo, kok. dulu saja, nenek saya aja nikah umur 12 tahun..wah..ra-jelas dheng, wong ra pati ngerti kapan lahir-e....', kata salah satu dari mereka.

'mungkin juga secara ekonomi, keluarga istri ne bisa terbantu, jadi adik2-2 bisa sekolah lebih tinggi..', kata yang lain.

'nek aku, sih, klo niat-e nolong, mbok jangan dihukum to, kan kasian, cah 13 tahun jadi janda....'

'wah..kalau saya, ya pak ---ngeyel mood on--- jaman dulu si OK-Ok saja klo mau kawin muda, karena pilihan untuk 'membantu' lebih sedikit. tapi klo jaman saiki, niat membantu diwujudkan dengan 'menikah' mah menurut saya salah kaprah, wong sangat banyak peluang yang bisa digunakan sebagai 'alat' bantu untuk nolong..'

'wong arep nang jakarta wae kita bisa milih naik apa kok, tergantung kondisi kita masing2..., ya to...' -masih dengan ngeyel mood on

'apa lagi mo bantu sesama manusia, ya kita bisa lihat kondisi apa dibantu dengan apa, dengan cara bagaimana..'

'tergantung prioritas kok pak...klo prioritas-e mbantu, musti mikir sing tepat lan cermat...'

'lah klo prioritas-e nang laen..yo kuwi ora mbantu, tapi mengambil peluang memperolah keuntungan lebih atas nama nolong sesama...' tuntas saya ngeyel.

'o..gitu ya buk...wah..enak-e syekh puji dihukum berat ya buk.....'

'ora..bapak-e dong. wong dia yang punya otak untuk mikir untuk anak-e...'

mhm...apa nyang jadi prioritas nya bapak-e lutfiana ulfa ya?
ugh!