Telfon pagi itu membangunkanku dari tidur yang memang baru sebentar saja. Imsonia memang sering hinggap sekarang, apakah karena usia sudah diambang kepala 3, tidak taulah. Yang pasti telfon Bapak tidak hanya mengganggu tidurku, tepi juga Ine, ponakanku. Dengan serabutan, aku mencari HP, di meja gak ada, di tas…duh di tas, tas yang mana. Akhirnya dengan mata yang belum bisa terbuka penuh, HP dapat kuraih dari dasar tas laptop.
Kutekan tombol menerima, “ya Pa….” jawabku dengan sangat malas. “hallo Nang…sehat-sehat saja?”, Tanya Bapak. “Sehat Pa…kemaren jumat ketemu Sardo, dia juga sehat. Tadi malem paper yang Singapore selesei, udah terkirim dengan sukses.”
Kemudian percakapan lanjut kearah yang lain, percakapan kami selalu seperti ini, bagai seorang sahabat bicara dengan sahabat lamanya. Sampai akhirnya aku ingat akan kolam ikan Bapak. Beberapa hari ini siaran berita di TV dan Koran nasional mengabarkan kalo ikan yang dibudidayakan di karamba yang ada di sekitar Danau Toba terkena penyakit, katanya sih itu penyakit disebabkan oleh sejenis virus. Seperti virus lainnya, penyakit ini juga belum ada obatnya dan vaksinnya juga belum ditemukan. Selama ini aku yakin saja, kalo kolam Bapak tidak akan terkena penyakit itu. Karena kolam Bapak ada di anak Sungai yang sangat jauh dari Danau Toba.
“Bapak, ikannya gimana? Ndak kena dampaknya to?”. Lama Bapak terdiam, aku sangat khawatir menunggu, ketika hendak aku tanyakan lagi, Bapak sudah menjawab,”Kena juga loh,” sahutnya lemah. Waaa panik-lah aku….”Kok bisa Pak?” lalu Bapak bercerita tentang asal muasalnya; pemilik kolam, yang lokasinya tiga tempat di atas kolam Bapak, juga memiliki karamba di Danau Toba. Usahanya untuk menyelamatkan ikan-ikan karambanya adalah dengan membawa ikan tersebut ke kolamnya. Dengan demikian ikan-ikan itu menulari seluruh kolam yang ada di bawahnya. Yang namanya air sungai mengalir dari hulu ke hilir adalah pakem yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Virus-virus itupun bergerak mengikuti arah air sungai.
Ya… namanya juga usaha, kita tidak tahu kapan bisa berkembang dengan cepat dan kapan goncangan datang. Bapak sempet sakit karena kejadian itu. Tidak ada yang bisa disalahkan, mengapa penyakit yang seharusnya berada jauh di danau Toba sana mampir di kolam Bapak. Sampai waktu Bapak menelpon, belum semua ikan mati. Sedangkan ikan pemilik kolam diatas Bapak sudah abis, mati massal beberapa hari yang lalu. Harapan akan mendapatkan untung pada masa lebaran ini hilang sudah, berganti mau busuk ikan yang belum hilang hingga kini. Seluruh teman-teman Bapak yang kolam ikannya sejalur merasa solider,saling menghibur. That’s what friends are for.
Mama cerita, kali Bapak sempat agak terguncang, ke dokter dikasih obat penenang. Untunglah hanya 2 kali minum, kondisi Bapak sudah kembali pulih, bahkan sudah bisa bicara ditelpon denganku, dengan tenang tanpa ada luapan emosi yang berlebihan mengenai bencana yang menimpa kolam ikannya. Menurut Mama, itu semua resiko orang yang ber’usaha’ dengan mandiri, tidak ada jaminan dari manapun. Hmmm… Bapak beruntung punya istri seperti Mama, tidak cerewet dan uring-uringan walau sudah kehilangan ‘uang’ berpuluh juta.
Bahkan Bapak dengan santai bilang begini, “walaupun begini, rencanamu bulan desember tetap saja, tidak ada berubahan, pasti ada rencana Tuhan diatas semuanya ini.” Sebuah keimanan yang sangat dalam, yang diperlihatkan dengan sikap bukan dengan kata-kata. Sebuah penyerahan yang sangat luarbiasa menurutku. Bagaimana tidak, rencana di bulan Desember itu bukan sebuah acara yang murah dan mudah. Sebuah acara pertama yang dilakukan di dalam keluarga Bapak, sebuah momentum yang menentukan keberlangsungan keluarga. Acara yang memang sudah lama sekali ditunggu oleh Bapak dan Mama. Acara yang aku harus menunggu lama dalam perenungan tiada batas, belajar melihat yang mana kebutuhan dan yang mana keinginan.
Kekuatan yang sangat luarbiasa dapat ku lihat pada diri Bapak, sebuah dorongan yang sangat menyentuh mata-bathinku. Sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga, memang betapa Orangtua adalah perpanjangan tangan kasih Allah kepada kita. Lihat, lihat dengan sangat jelas, betapa kesusahan mereka tidak dibiarkan menjadi kesusahan kita anaknya. Diakhir pembicaraan, Bapak dan Mama berpesan, “Jangan kasih tau Ipen dan Sardo ya, mereka kan lagi skripsi, entar gak konsentrasi!”.
Jangan tanya gimana ‘rasa’ didalam hati ini! Rasanya seperti diremas tangan berduri. Perih nan dalam. Apa yang harus aku perbuat untuk membalas semuanya Bapak, adakah yang bisa aku usahakan untuk mengurangi sakit ini. Aku tidak akan menyalahkan kondisi, seperti yang Bapak ajarkan diawal pembicaraan tadi. Tapi beritahu aku apa yang bisa aku Bantu, apa yang bisa aku lakukan ditengah keterbatasanku! Bapak… kami sangat menyanyangimu…sungguh…
Air mata menetes pelan, pada saat HP kumatikan. Thanks God, You give us the best parents of the world. Thank you GOD, Thank you My Lord.